Pijet Pijat

Gue suka pijet! Abis stressful day in the office, trus pijet, hmmm pulang ke rumah rasanya enteng.

Kadang gue suka nanya ama diri gue sendiri mengenai pekerjaan mereka sebagai pemijat.

  • Whether are they ashamed of what they do for living?
  • Whether is it their choice for a profession?
  • Can they proudly say out-loud to other people that they are working as masseurs?

For me, terlepas dari mereka adalah pemijat beneran atau pemijat plus-plus, it is still a profession. Regardless apapun juga.

Buat gue, tanpa mereka, gak akan ada yang mau mijit kita untuk ngilangin rasa capek kerja seminggu, atau pegel-pegel karena keseleo atau kecekluk….

Suka gak suka, sadar gak sadar, mereka ini sedikit banyak berjasa lho buat kita. Walaupun mungkin banyak dari kita yang seringkali memandang sebelah mata untuk profesi ini. Kebanyakan dari kita cenderung ngeliat profesi sebagai pemijat itu adalah hal yang negatif.

Considering dari apa yang banyak terjadi, yah gue rasa cukup wajar jika kemudian profesi ini dipandang negatif. Tapi, jangan lupa kadang kita sendiri juga sebagai konsumen yang akhirnya membuat pandangan negatif itu menjadi ada. Contohnya yah ada beberapa bapak-bapak misalnya yang emang suka minta dikasih service extra. Atau ibu-ibu yang keganjenan yang doyan dipijet ama laki-laki muda ganteng dan brotot. Therefore, like any other thing in life, we ourselves takes our part in creating some point of view towards something.

In this case, can we blame them who choose to be a masseur in the first place?

Should we start to give more credit towards this profession? I meant in professional term. :-)

No comments: