Enough is Enough!!!


Kadang kita emang gak akan pernah tau when enough is enough. Especially when love involves.

Ibaratnya domestic violence, istri dipukulin suami, sebagai korban kita terus ngebuat alesan untuk nutupin kelakuan si pelaku. Bilang kalo kita kebentur pintu lah, jatoh dari tanggalah dan seterusnya. Kita seakan gak bisa ngeliat kenyataan kalo kita adalah korban yang disakitin, physically and mentally. It is enough already. It is time to stop this violence.

Let’s twist the story just a bit. Gimana kalo physically kita gak disakitin, tapi secara mentally we’re screwed? Is it time to say when enough is enough? Mungkin kebanyakan dari kita bilang, YES IT IS!!!

TAPI,
Akan selalu ada resiko untuk setiap keputusan yang kita ambil.
Gimana kalo dia adalah satu-satunya pasangan yang bisa berkomitmen?
Gimana kalo kita emang udah capek aja nyari yang lain walaupun gak bisa dipungkiri bahwa kesempatan itu masih ada? There are plenty of fishes in the sea.
And remember…we’re not physically hurt. Mentally, more or less, we’re hurt.
HOW’S THAT? Can we keep up with this ‘enough is enough’ thing?

What’s the meaning of a relationship when you’re already not seeing each other in the past 4 months? Don’t talk about weekdays, even on weekends you’re still not meeting with your spouse. Is it healthy for a relationship to go on like that? I have to say NO. Biarpun komunikasi itu bisa berjalan lewat telepon genggam, it just doesn’t feel right.

Dia gak pernah ada di samping lu waktu lu lagi sakit. Tapi, dia bisa ambil cuti waktu temennya ada selamatan.
Dia gak pernah bisa meluangkan waktu untuk lu biar cuman 3 menit di antara kesibukannya.
Dia gak pernah berusaha untuk bertemu dengan lu. Walaupun dia selalu bilang ‘kangen’.
Dia malah mau pergi ninggalin lu karena dia udah janji ama temen-temennya selagi lu lagi down karena suatu hal.

Is it time for us to say enough is enough when things like that happens?

Mungkin kita bisa bilang bahwa hal ini bisa dibicarain. Tapi, then like always there is a lot of possibilities. The possibilities are endless. Let’s just assume we really know this person. Let’s think of the worst scenario : dia punya EGO yang terlalu besar untuk mengakui dirinya salah. Dia bukan type orang yang bisa berubah untuk keberhasilan suatu hubungan. Dia adalah type orang yang gak bisa didebat.
Bener kalo kita bilang ‘at least, you said what’s on your mind’. Tapi, what’s the use kalo semuanya itu terus dibantah? What’s the use when someone put a high fortress on their ego? Isn’t it a waste of breath?
Maybe yes, maybe not. It depends on the person.

But, what about us as the victims? Should we say ‘enough’? When will we know that ‘enough is enough’?

Maybe at this point even the so-called power of love pun akhirnya gak berdaya ngadepin yang namanya sifat dasar egois manusia.

No comments: