Tidak ada pikiran yang terbuang percuma. Semua pikiran berguna bagi kehidupan. Sekecil apapun bentuk kontribusinya, membawa arti tersendiri dalam hidup. Apalagi sebuah senyuman.
Give and take
Gue pernah ndenger sebuah cerita yang sederhana tentang dua orang bijak yang telah hidup bersama dalam kurun waktu yang cukup lama.
Suatu hari, salah satu dari mereka berkata,
“Mengapa kita tidak pernah bertengkar? Tidakkah kau pikir sudah saatnya kita untuk bertengkar, walaupun sekali saja?”
Orang bijak yang kedua menyahut,
”Ya, mungkin ada baiknya juga kita bertengkar. Mari kita mulai pertengkaran kita. Tapi, apa yang harus kita pertengkarkan?”
Orang bijak yang pertama kemudian menjawab,
”Bagaimana kalau sepotong roti ini?”
''Baiklah, marilah kita bertengkar karena roti ini. Tapi, bagaimana kita melakukannya?'' tanya orang bijak kedua.
Orang bijak pertama lalu berkata,
''Roti ini punyaku. Ini milikku semua.''
Orang bijak kedua menjawab,
''Kalau begitu, ambil saja. Itu untukmu dan milikmu.'' Hehehe, dunia akan damai jika kita semua berperilaku seperti dua orang bijak itu. Pertengkaran, perselisihan dan peperangan yang terjadi di dunia ini berasal dari keinginan kita untuk meminta atau memiliki sesuatu dari orang lain. Kita suka meminta, tapi sayangnya entah kenapa kita tidak suka memberi.
Di rumah kita meminta perhatian dari pasangan kita (kalau sudah punya), meminta anak-anak memahami kita, meminta pembantu kita untuk selalu melayani kita. Di tempat kerja, meminta bawahan untuk membantu pekerjaan kita, meminta pengertian rekan kerja kita dan meminta gaji yang tinggi pada atasan (but, hey we deserve that!!! J). Sedangkan di masyarakat, kita kadang mendengar pemimpin atau tokoh yang berpengaruh di masyarakat meminta kita untuk sabar dan pengertiannya, meminta kita untuk hidup lebih sederhana dan mengencangkan ikat pinggang. Bahasa yang kita miliki sehari-hari adalah ”bahasa meminta”. Kenapa kita suka meminta tapi sulit sekali memberi? Ada sebuah teori yang (menurut saya) masuk di akal. Teori tersebut adalah,
[Dengan meminta milik Anda akan bertambah, sebaliknya dengan memberi milik Anda akan berkurang]
Teori ini menghasilkan pola pikir yang menimbulkan rasa tamak dan rasa takut untuk memberi.
Padahal kenyataan yang ada berlaku sebaliknya. Dengan memberi, justru kita juga akan banyak menerima. Mereka yang senang memberi akan disenangi dalam pergaulan. Sebaliknya orang-orang yang dibenci adalah orang yang pelit dan tak pernah memberi. Keinginan untuk memberi tak ada kaitannya dengan banyaknya harta yang kita miliki. Ada orang yang kaya raya tapi sulit sekali memberi. Mereka selalu mengatakan, ''Kalau banyak memberi, kapan saya bisa kaya seperti ini?'' Keinginan untuk memberi hampir tidak ada kaitan dengan banyaknya harta yang kita miliki.
Mereka tidak mau memberi karena takut akan kekurangan takut menjadi miskin. Seakan-akan dengan memberi, harta yang mereka miliki akan terkuras habis. Tanpa menyadari ketakutan akan kemiskinan adalah kemiskinan itu sendiri. Di balik itu semua, terdapat orang yang sederhana tapi senantiasa bersedia untuk berbagi dengan orang lain. Mereka inilah sebenarnya orang-orang yang kaya. Kaya atau tidaknya seseorang justru bukan diliat dari banyaknya harta yang kita miliki, tapi berapa banyak yang bisa kita berikan pada orang lain. Sumber dari kekayaan yang sejati sebenarnya terletak di dalam diri kita sendiri. Namun, sedikit sekali dari kita yang menyadari. Mereka sibuk mengumpulkan materi, lupa bahwa materi yang sungguh berharga sebenarnya ada di dalam diri kita sendiri.
[and don't start talking about relationship!!!]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
have you ever noticed, orang indo sering ngomong "take and give" instead of "give and take" ????
Yes,
I noticed that.
Funny huh? Hehehe...namanya juga orang indo.Whaddya expect?
Post a Comment