Manusia Munafik

Beberapa hari yang lalu, gue lagi jalan di PIM dan ketemu ama temen gereja gue, Dy. Langsung deh, prosesi cipika-cipiki berlangsung di ujung eskalator Metro. Ngobrol-ngobrol sebentar, akhirnya dilanjutin di kafe terdekat.

Tiba-tiba dia nggosip kalo ternyata
di gereja gue, sekarang udah banyak cong (meminjam istilah lu ya, Fa!) nya. Walhasil, pengen tau dunk gue. Hehehehe … it’s for the sake of knowing aja ya. Kan penasaran.

[Halah … pasti maen mata deh nantinya!]
→ komentar standar yang biasa dilontarkan seseorang.

Anyway,
si Dy trus nanya-nanya ke gue.
[Kenapa sih mereka gak come out of the closet aja sih?]

Ditanya kayak begini, langsung deh
gerigi-gerigi pemikiran di otak gue langsung berputar nyari jawaban.
Emang dia pikir gampang apa, to come-out? Untuk sebagian orang mungkin ya. Tapi sebagian lagi mungkin sulit ya.

Hal yang satu ini
gak pernah gampang untuk dibicarain. Orang pertama yang untuk pertama kalinya gue kasi tau who-I-really-am adalah Lis, doi-nya Bim sahabat gue dari SMP. Itupun untuk alasan yang kalo gue pikir-pikir lagi sekarang, it was truly the most idiotic and stupidest reason. Karena waktu itu gue lagi deket ama seseorang yang DULU gue naksir berat. Jadi gue rasa if it was gonna go further, I think at least I have to let one of my friend know about this. So, gue ngasih tau Lis. Untungnya Lis gak masalah. Malah dia bilang ke gue kalo dia udah lama curiga. Well, considering dia psikolog dan gue pernah di-tes gambar ama dia, ya no wonder.

Okay, one problem was solved. But, afterwards I felt terrible for not telling Bim about this. While I was telling his girlfriend, yang belum lama gue kenal waktu itu. I’ve been buddying with Bim since in the junior high, how could I not tell him about who I really am?

The answer is quite simple. I don’t wanna lose him. He knows everything about me. He’s a person who knows me better than anyone else in the world. YES, I gave this man high credits, because he deserves it. Once he said to me, if I turned out to be cong … he will leave me for sure. Waduh … takut beneur waktu denger itu. Okay, for you guys out there mungkin kalian bisa bilang,
[Yah wis, berarti lu gak seberapa berarti buat sahabat lu yang satu itu. Masa dia gak bisa dengan legowo nerima keadaan sahabatnya sendiri? Sahabat macam apa tuh?]

Gue orang yang selalu berpikiran simpel. Tapi, untuk masalah yang satu ini, sesimpel apapun kita ngeliatnya hal ini gak akan bisa menjadi sesimpel keliatannya.

Untungnya, Bim sendiri juga udah ngira, sama kayak Lis. Dia bilang ke gue, kalo dia berharap dengan kata-kata itu dia bisa mencegah gue menjadi seorang cong.
He only wanted the best for me. Dia gak pernah despise seorang cong. So, please don’t blame him. Malahan setelah Bim tau, kita malah akhirnya bisa ketawa-ketiwi tentang ini semua. Hahaha … lega deh.

Being out-of-the-closet gak pernah gampang. Karena akan selalu ada sesuatu yang dikorbankan. Walau dalam kasus gue untungnya gak ada, setidaknya pengorbanan terjadi dalam skala yang minimal.

Banyak orang yang gue kenal ngeliat bahwa to be out-of-closet is an easy thing. Biasanya mereka ngomong ato nulis kayak begini di profil mereka,
[Gue adalah gue. Gue gak peduli orang mau ngomong apa tentang siapa gue sebenernya.]

Saat seseorang ngomong bahwa to be out-of-the-closet is an easy thing, pernah gak sih kepikir bahwa hal yang sama belum tentu sama mudahnya untuk orang yang bersangkutan?

Waktu gue ngejelasin ini semua ke Dy. Gue trus teriak dalam hati saja,

[GUE MANUSIA MUNAFIK!!!]

Kenapa? Karena gue lah orang itu.
Kenapa gue tau semua itu? Karena gue ngejalanin itu semua.

Makanya gue tau kalo ngejalanin itu semua gak gampang.

2 comments:

Fa said...

Everyone has his own pressure! For whatever reason to live in the closet or walking on the catwalk called cong-road, everyone must face all the consequences.

PS... istilah cong harus dipopulerkan tuh!!!!!!!!!

Prof. Utonium said...

Di mana gerejamu yg banyak cong-nya itu? Ikutan dunk..